Para Cagub DKI Ternyata Berhutang

Janji adalah hutang...demikian yang sering diungkapkan orang ketika mendengar seseorang berjanji. Lalu apa yang diharapkan orang pada saat dijanjikan sesuatu, tentunya mengharapkan orang yg berjanji itu melaksanakan apa yg dijanjikan. Kemudian jika orang yang berjanji itu tidak kunjung memenuhi janjinya tentunya akan membuat jengkel, marah, hingga gemas orang yg dijanjikan tersebut.

Dewasa ini sering kita mendengar janji2 yg gampang sekali diucapkan oleh seorang pejabat ataupun calon pejabat pada saat mereka melakukan kampanye pemilihan satu posisi ataupun kedudukan, misalnya yg sedang ramai sekarang adalah kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta. Semua calon lantang berjanji akan melakukan suatu perubahan yg intinya ingin mensejahterakan masyarakat ibu kota. Seperti sales letter-nya situs2 bisnis online yg menjanjikan hal2 yg enak dengan waktu yg singkat. Ada yg menjajikan pendidikan gratis sampai perguruan tinggi ( 1 hari setelah dilantik bakal terwujud katanya), ada yg menjanjikan Jakarta bebas banjir, ada yg menjanjikan Jakarta bebas macet, bahkan ada yg menjanjikan Jakarta bebas berkumis yg ternyatanya singkatan dari berantakan,kumuh, dan miskin ( padahal masalah Jakarta bukan cuma 3 hal tsb). Dari semua janji2 yg digembar gemborkan para calon gubernur beserta pasangannya tersebut kita jadi berpikir, alangkah indah, nyaman, sejahtera sekali kota Jakarta ini kalau para calon gubernur itu pada saat terpilih betul2 melaksanakan janjinya. Bayangkan kalau pendidikan bisa gratis hingga ke perguruan tinggi, bebas macet dan banjir, juga bebas biaya pengobatan bagi rakyat miskin, tentu merupakan suatu berkah sendiri bagi warga Jakarta yang sudah merasa sumpek dengan hingar bingar Jakarta sebagai kota Metropolitan, apakah semua kebaikan itu bisa betul2 terjadi?

Sekali lagi janji adalah hutang, dan apa yg terjadi jika seseorang tidak bisa membayar hutang? Di dunia perbankan jika seseorang mempunyai hutang banyak di kartu kredit dan tidak sanggup membayar terkadang pihak bank menyewa jasa penagih hutang atau istilah kerennya debt collector untuk menyelesaikan masalah, jika masalah berlarut-larut tidak sedikit yang akhirnya melibatkan pihak kepolisian dan berakhir dengan dihukumnya si empunya hutang.  Lalu apa yg harus masyarakat lakukan jika ada pejabat terpilih yang tidak melaksanakan janjinya? Bisakah kita melaporkannya ke kepolisian dengan tuduhan melakukan pembohongan publik? atau perbuatan yang tidak menyenangkan rakyat banyak? Alangkah bagusnya jika kita bisa melakukan hal tersebut. Sehingga pada suatu waktu jika ada kampanye pemilihan suatu kedudukan, kita sebagai pemilih sebaiknya membuat suatu surat perjanjian di atas materai yg ditandatangani kedua belah pihak yaitu pihak calon pejabat dan perwakilan masyarakat yang isinya sederhana yaitu apabila si calon pejabat tidak bisa melaksanakan janjinya maka persoalan akan dilimpahkan ke pihak berwenang dalam hal ini kepolisian. Hal ini tentunya masih bisa diperdebatkan, namun apa salahnya diwacanakan sehingga kita tidak lagi mendengar janji2 kosong yg seenaknya disuarakan oleh para calon2 pejabat yang sedang berkampanye.

Janji adalah hutang..jadi sekarang ini para calon gubernur DKI Jakarta sedang giat2nya berhutang kepada masyarakat khususnya warga DKI Jakarta. Tinggal sekarang masyarakat Jakarta yg memutuskan, akankah mereka bersedia memberikan piutang kepada calon Gubernur tersebut atau tidak?

Ini dia fraksi yg menentang gedung KPK


Gunjang ganjing pemberitaan tentang rencana pembangunan gedung KPK masih menghiasi layar televisi, media cetak dan elektronik. Sebenarnya apa yg menjadi persoalan dan bagaimana sikap fraksi2 di komisi III DPR ttg masalah ini? Berikut adalah sikap2 fraksi mengenai hal tersebut yg di rangkum dari news.detik.com

Fraksi terbesar di DPR, Fraksi Partai Demokrat, menyatakan dukungan terhadap pembangunan gedung baru KPK. FPD memang mendorong KPK memiliki gedung yang representatif, meskipun tak sepakat dengan saweran masyarakat untuk gedung KPK.

Sementara Fraksi Partai Golkar, mengambil sikap mengambang. FPG tak mau disebut menolak pembangunan gedung KPK, namun tak tegas juga mendukung pembangunan gedung KPK.

Beda lagi dengan FPDIP DPR. FPDIP memang mendukung pembangunan gedung KPK, namun tetap menyinggung keberadaan KPK sebagai lembaga ad hoc. PDIP juga menolak masyarakat saweran untuk gedung baru KPK.

Sementara FPKS cukup keras mengambil sikap soal pembangunan gedung baru KPK. Mesti mengklaim mendukung, tapi PKS yang paling keras menentang saweran untuk gedung baru KPK.

Sementara PAN memilih aman. PAN memilih mengusulkan rapat konsultasi di tingkat pimpinan DPR, pimpinan Komisi III, dan pimpinan KPK dalam waktu dekat.


FPPP dan FPKB DPR mendukung pembangunan gedung KPK. Mereka menilai KPK butuh gedung yang lebih representatif.

Sementara itu dua fraksi paling buncit, Gerindra dan Hanura juga punya pandangan sedikit berbeda. Partai Gerindra mendukung pembangunan gedung baru KPK segera di ACC di Komisi III. Sedang Hanura masih menawar opsi pemakaian gedung negara yang masih bisa dipakai.

Berita terakhir menyebutkan, Karena belum ada kata sepakat, Komisi III DPR menunda pembahasan pembangunan gedung KPK itu.

Mudah2an Bapak/Ibu anggota dewan yang terhormat segera mengambil kesepakatan mengenai masalah ini, karena kita semua tentu mengharapkan dengan adanya gedung baru, kinerja KPK akan lebih meningkat.



sumber : http://news.detik.com